Koordinat.co Gorontalo – Badan Pemeriksa keuangan (BPK) RI Temukan Kerugian Negara Ratusan Jutan Rupiah di Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Gorontalo.
Hal itu terungkap berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Provinsi Gorontalo Tahun Anggaran 2023 dengan total kerugian keuangan negara mencapai Rp. 792.248.100.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa keuangan ( BPK ) RI,tuntutan ganti rugi (TGR) ini muncul akibat ditemukannya kelebihan pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk ASN-D yang tidak memenuhi beban kerja.
Akibatnya ada ratusan guru SMA/SMK di Provinsi Gorontalo dihantui Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang dikenakan oleh BPK ,sebab hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut bersifat final dan mengikat yang berkonsekwensi membayar TGR menjadi langkah yang tidak bisa dihindari.
Persoalan tersebut sebenarnya sudah menjadi agenda pembahasan di DPRD Provinsi gorontalo melalui rapat dengar pendapat,namun hingga saat ini belum mendapatkan solusi.
Dikalangan ativis,persoalan yang melilit Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan provinsi gorontalo tersebut dinilai adalah sebuah alarm tanda bahaya,mereka menilai bahwa ada dugaan kejahatan penyalahgunaan anggaran di dalam internal dinas pendidikan dan kebudayaan Provinsi Gorontalo.
“Jika Badan Pemeriksa keuangan (BPK) RI menyatakan TGR, maka mereka sudah menganggap ada fraud atau kejahatan anggaran,” Jelas Arif Rahim Anggota LSM AMMPD Gorontalo. Jumat 20/12/2024.
Arif juga menjelaskan bahwa jika ganti rugi tersebut tidak segera dilunasi dalam batas waktu tertentu maka aparat penegak hukum wajib memproses secara pidana terhadap semua pihak yang terlibat.
“Aparat penegak hukum wajib melakukan penegakkan hukum apabila dalam batas waktu tertentu tidak ada upaya untuk menyelesaikan tuntutan ganti rugi (TGR) tersebut,”tegasnya.
Menurut Arif, permasalahan ini lebih disebabkan oleh lemahnya sistem manajemen di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Gorontalo,karena menurutnya kasus serupa jarang terjadi pada guru SD dan SMP yang jumlahnya lebih banyak.
“Logikanya, ini bukan salah guru, tapi sistem manajemen di Dikbud yang bermasalah” kata Arif.
Dalam kasus tersebut Arif menilai bahwa guru hanya mengikuti prosedur administrasi yang ada,namun Jika sistem administrasi yang diterapkan buruk, maka tanggung jawab pembayaran TGR seharusnya tidak dibebankan kepada para guru.
“Yang harus bertanggung jawab adalah pihak yang mengatur sistem, yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo.” tegas Arif.
Arif menyampaikan bahwa jika batas waktu pembayaran TGR telah terlampaui, maka Kejaksaan memiliki kewajiban hukum untuk menindaklanjuti kasus ini,dan mendesak agar pejabat di Dikbud yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana sertifikasi guru turut diperiksa.
Menurutnya, kelalaian tersebut menjadi penyebab utama BPK menjatuhkan TGR sebesar Rp792 juta kepada para guru.
Ketika ditanya apakah Penjabat (Pj) Gubernur perlu turun tangan memberikan sanksi kepada pejabat terkait, Arif menyatakan keraguannya.“Saya ragu Pj Gubernur bisa setegas itu. Untuk kasus ini,saya lebih percaya Kejaksaan,” tandasnya.(rls)