Oleh : Dr. H. Yusran Lapananda, SH,. MH.
(Ahli Hukum Administrasi Publik sekaligus Penulis Buku catatan Hukum Keuangan Daerah)
Koordinat.co, Opini – Menjelang akhir tahun 2023, soal TPP (tambahan penghasilan bagi pegawai) menjadi trending topic dalam berbagai diskusi. Diskusi bukan saja terbatas dikalangan ASN, namun meluas kekalangan masyarakat umum.Diskusinya pada ruang-ruang kantor hingga ruang-ruang publik & rumah-rumah masyarakat.
TPP sebagai hak ASN bukan saja menjadi milik & digunakan ASN semata, namun TPP sudah menjadi milik masyarakat umum hingga terkavling kedalam kepemilikan perusahaan umum, mulai dari perbankan, lembaga perkreditan, pendidikan, pinjam-meminjam pribadi hingga pinjaman online.
TPP sudah terkavling kedalam penggunaan kebutuhan ASN setiap bulan. Kebutuhan bayar tagihan wifi, listrik & air. Biaya pendidikan anak setiap bulan hingga biaya transfer pendidikan anak-anak ASN diluar daerah. Bayar kredit kendaraan (motor/mobil). Bayar cicilan/kontrak rumah.Belanja bahan pokok kebutuhan rumah tangga bulanan. Bayar pokok & bunga pinjaman Bank. Bayar pramuwisma & kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan upah kepada masyarakat.
Selain itu, efek & dampak dari keberadaan TPP menjadi kontributor terbesar dalam perputaran uang disuatu daerah setiap bulannya. Menjadi penyokong dalam pemulihan ekonomi pasca COVID-19. Menjadi penyeimbang dalam pertumbuhan ekonomi. Menjadi penyumbang atasi inflasi suatu daerah, serta demi mempertahankan tingkat daya beli masyarakat melalui pembelanjaan ASN & kondisi keuangan disuatu daerah.
Akhir tahun dibulan Desember menjadi bulan kelabu & kegelapan bagi ASN. Bulan penuh derita. Bulan kegalauan & kecemasan. Betapa tidak listrik, air & wifi dalam ancaman “putus kontrak”. Pinjaman bank, cicilan/kontrak rumah & kredit mobil/motor jatuh tempo, “kejarlah daku, kau kutangkap”. Transfer pendidikan anak-anak ASN diluar daerah berakhir dengan janji-janji “ayah-bunda” via Whatsapp. Pramuwsima dalam penantian dengan penuh kesabaran. Kebutuhan pokok setiap hari “kencangkan ikat pinggang” & super hemat.
Olehnya, TPP sudah bukan soal hukum & kemampuan keuangan daerah, tapi lebih pada soal kemanusiaan. TPP sebagai hak ASN sudah diatur dalam UU ASN. Penganggaran TPP sudah diatur dalam UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PP Pengelolaan Keuangan Daerah & Permendagri Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, terlebih dianggarkan dalam Perda APBD/APBD Perubahan.
Lain daripada itu, TPP sudah menjadi bagian dari politik anggaran Kepala Daerah. ASN menilai keberhasilan & kesuksesan Kepala Daerah ketika bisa menaikkan besaran TPP & dapat membayar TPP tepat waktu. Namun, Kepala Daerah bisa dianggap gagal ketika Kepala Daerah tak menganggarkan TPP 12 bulan penuh, hanya 9-11 bulan saja. Kepala Daerah dapat dianggap tak sukses kala gagal bayar & tak membayar TPP tepat waktu, sering molor malahan hanya membayar TPP 9-11 bulan saja. Semuanya menjadi “dendam” ASN kepada Kepala Daerah & partai politiknya & muaranya akan berimbas pada ketidak terpilihan Kepala Daerah & pengikutnya kala Pilkada berikutnya & berefek pada ketidak terpilihan partai politiknya pada Pemilihan Anggota Legislatif DPD, DPR maupun DPRD.
Di daerah Gorontalo hampir semua daerah-daerah sudah membayar TPP hingga bulan Desember untuk kinerja Nopember, tersebutlah Pemprov Gorontalo, Pemkot Gorontalo, Pemkab Pohuwato. Namun, terdapat daerah yang memang hanya menganggarkan TPP selama 10 bulan hingga TPP kinerja Oktober dibayar pada bulan Nopember, hal ini bukan akibat kemampuan keuangan daerah tak mampu, namun akibat usulan permintaan persetujuan kepada Mendagri tak merubah besaran TPP dengan menggunakan besaran tahun sebelumnya. Daerah lainnya menganggarkan hingga 12 bulan, namun menunggu realisasi pembayaran TPP kinerja Oktober & Nopember.
Entah apa & siapa yang salah. Entah kebijakannya?, tidak. Dana Pilkada?, mungkin. Personal Quality?, bisa saja. Niat baik?, bisa ya, bisa tidak. Apalagi?.
TPP HAK ASN
Apakah TPP adalah hak ASN atau bukan?. Menurut Pasal 21 UU ASN, Pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan & pengakuan berupa material dan/atau nonmaterial dengan komponen: (a). penghasilan; (b). penghargaan yang bersifat motivasi; (c). tunjangan dan fasilitas; (d). jaminan sosial; (e). lingkungan kerja; (f). pengembangan diri; dan (g). bantuan hukum. Dari 7 hak ASN, maka TPP adalah bagian dari hak ASN dengan komponen penghargaan yang bersifat motivasiberupa financial.
Dari hak ASN ini, maka salah satu kebijakan dari Pemerintah Pusat kepada pegawai ASN daerah adalah pemberian TPP. Menurut PP Pengelolaan Keuangan Daerah, TPP diberikan dengan syarat: (a). memperhatikan kemampuan keuangan daerah; (b). memperoleh persetujuan DPRD; (c). Ditetapkan dengan Perkada berpedoman PP & jika PP belum terbit pemberian TPP setelah mendapat persetujuan Mendagri & setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan.
Dari 3 syarat utama ini maka syarat memperoleh persetujuan DPRD sudah terjelaskan dalam PP Pengelolaan Keuangan Daerah, yakni persetujuan DPRD dilakukan bersamaan dengan pembahasan KUA & PPAS dalam bentuk Keputusan DPRD ttg Persetujuan DPRD atas Pemberiaan TPP per TA. Sedangkan syarat kemampuan keuangan daerah belum terjelaskan. Apakah kemampuan keuangan daerah sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi.Untuk syarat ditetapkan dengan Perkada berpedoman PP & jika PP belum terbit pemberian TPP setelah mendapat persetujuan Mendagri. Untuk kebijakan TA 2024 sesuai Permendagri 15 Thn 2023 ttg Pedoman Penyusunan APBD TA 2024 dinyatakan, Pemda tak perlu mengajukan permohonan persetujuan TPP ASN kepada Mendagri jika: (a). tidak terdapat kenaikan besaran nominal yang diterima oleh ASN setiap bulan dalam 1 TA dibandingkan dengan TPP ASN TA 2023; (b). terdapat kenaikan pagu total TPP ASN akibat adanya penambahan jumlah ASN.
TPP adalah hak ASN selain sudah diatur dalam UU ASN, PP Pengelolaan Keuangan Daerah & jika telah disetujui DPRD dengan Keputusan DPRD & dianggarkan dalam Perda APBD/APBD Perubahan, maka TPP telah menjadi hak ASN. Sehingga tak ada lagi narasi memarginalkan TPP bukan hak ASN. Tak ada lagi argumentasi TPP dibayarkan sesuai kemampuan keuangan daerah, sebab syarat kemampuan keuangan daerah sebagai syarat penganggaran bukan pada saat pembayaran.
TPP DALAM THR & GAJI 13
Menurut PP Pengelolaan Keuangan Daerah, TPP diberikan berdasarkan pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
Sudah beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Pusat selain memberikan THR & Gaji 13, ASN juga diberikan TPP dalam THR & Gaji 13. Terakhir dalam PP 15 Thn 2023 ttg Pemberian THR & Gaji 13 Thn 2023, ASN selain diberikan THR & Gaji 13 diberikan pula TPP paling banyak 50%. Dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (2) PP 15 Thn 2023, THR & Gaji 13 terdiri dari komponen Gaji (gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan & tunjangan jabatan/umum) & TPP 50% dari TPP yang diterima.
Pemberian TPP 50% dalam THR & Gaji 13 didasarkan pada pertimbangan objektif lainnya. Dijelaskan dalam PP Pengelolaan Keuangan Daerah, pemberian TPP berdasarkan pertimbangan objektif lainnya diberikan kepada Pegawai ASN sepanjang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan (PPU), maka yang dimaksud dengan PPU yang mengamanatkan pemberian TPP 50% dalam THR & Gaji 13 adalah PP 15 Thn 2023 ttg Pemberian THR & Gaji 13 Thn 2023.
Sesuai Pasal 11 & 12 PP 15 Thn 2023, pembayaran atas THR & TPP 50% dibayarkan paling cepat 10 hari sebelum Hari Raya, & pembayaran Gaji 13 & TPP 50% dibayarkan paling cepat bulan Juni 2023, dengan pemaknaan negatif daerah yang belum membayar TPP dalam THR & Gaji 13 berkesempatan dibayarkan hingga Desember 2023.
Sudahkah daerah-daerah membayar THR & Gaji 13 serta membayar TPP 50% dalam THR & Gaji 13, hingga Desember 2023. Di Provinsi Gorontalo hampir semua daerah-daerah telah membayar lunas & tuntas THR & Gaji 13 serta membayar TPP 50% dalam THR & Gaji 13. Daerah-daerah itu adalah Pemprov Gorontalo, Pemkot Gorontalo, Pemkab Bonbol, Pemkab Gorut, Pemkab Pohuwato & Pemkab Boalemo.
PENUTUP
TPP adalah hak ASN. Daerah-daerah dituntut untuk patuh terhadap PPU yang mengatur TPP. Daerah-daerah harus konsisten dengan penganggaran & pembayaran TPP. TPP jangan dijadikan sebagai bahan “komedian” hingga “bola pingpong”. Ganjaran membayar TPP tepat waktu sangat berarti, namun imbas tak membayar & tak menganggarkan TPP beresiko.
Anggaran belanja TPP dalam APBD/APBD Perubahan adalah “janji” DPRD & Kepala Daerah kepada ASN. TPP adalah pendapatan ASN yang menjadi janji & “kontrak” ASN dengan masyarakat. Tapi pengangaran TPP menjadi bagian dari lingkaran seribu harapan. Pembayaran TPP telah menggurita dalam sejuta alasan, hingga menggurita dalam “Romantika TPP”.(*)