Koordinat.co,Gorontalo – Surat Perintah Penyidikan(sprindik) terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU)dalam kasus Gorontalo Outer Ring Road (GORR) kembali muncul kepermukaan setelah adanya “keanehan”perbedaan pendapat antara Kajati Risal Nurul Fitri dan Purwanto Joko Irianto .
Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Provinsi Gorontalo ,Adhan Dambea mengatakan bahwa sepengetahuan dirinya ,Sprindik TPPU GORR tersebut telah dikeluarkan beberapa Tahun yang lalu karena adanya petunjuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“ Sprindik ini sudah dikeluarkan 3 tahun yang lalu dan sampai hari ini tidak ada sebuah pernyataan bahwa sudah dihentikan penyidikannya yang saya dengar,dan kenapa adanya TPPU ini ,itu karena petunjuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) saat mereka datang supervisi (Kasus GORR), dan menyatakan agar ditambah dengan TPPU, maka lahirlah surat Perintah penyidikan(Sprindik) terkait Tindak Pidana Pencucian Uang( TPPU) dalam kasus GORR.” Jelas Adhan.kamis.27 juli 2023 ketika berkunjung ke salah satu warung kopi yang ada di kab.Gorontalo.
Dirinya pun kaget atas pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo yang menyatakan bahwa TPPU tidak ada hubungannya dengan Perkara GORR.
“ Kalau hari ini Pak Kajati menyampaikan bahwa tidak ada hubungan dengan masalah GORR, maka yang dipertanyakan sekarang ,surat dari pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) itu berhubungan dengan proyek yang mana,kalau bukan GORR ?.dan surat PPATK itu resmi, dan yang menyampaikan ke saya itu mantan kepala kejaksaan tinggi Gorontalo (Kajati ),Pak Firdaus Dewilmar pada tahun 2019,
Dan Surat PPATK ini turun atas permohonan dari Kejaksaan Tinggi.” Jelas Adhan
Adhan pun kembali menjelaskan bahwa adanya dugaan aliran dana hingga adanya 4 SPBU milik mantan Gubernur Gorontalo sempat diangkat oleh Majalah Nasional.
“ Majalah Tempo tidak mungkin memuat satu persoalan jika tidak memiliki bukti, dan didalam tulisannya mengatakan bahwa mantan Gubernur Gorontalo itu pertama menerima 85 ribu Dollar, 700 Juta, 400 Juta, bahkan dikatakan bahwa 4 Pom Bensin atau SPBU merupakan pencucian uang.
“Kalau hari ini dinyatakan tidak ada hubungan dengan GORR maka proyek mana yang dimaksud?. Kan tidak mungkin Kejaksaan meminta surat dan tidak mungkin juga PPATK mengeluarkan surat tersebut.” cetus Adhan.
Dirinya pun mengingatkan bahwa PPATK merupakan lembaga resmi negara dan bukan lembaga yang abal-abal.
“ Jangan Kejaksaan Tinggi semudah itu menyatakan bahwa tidak ditemukan dan lain sebagainya, mereka (Kejati) yang minta ke PPATK lantas mereka juga yang terkesan tidak mengakui. Kalau pernyataan Kajati bahwa tidak ditemukan adanya aliran dana dalam kasus GORR, Pertanyaan sekarang, Surat PPATK yang menyatakan ada yang masuk rekening itu proyek yang mana itu kalau bukan GORR. Kalau kemungkinan ada proyek lain yang itu harus diungkap oleh Kejaksaan Tinggi.” Jelas Adhan
Adhan pun mengatakan bahwa dirinya pernah mempertanyakan persoalan TPPU GORR dan diterima langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Gorontalo.
“ Dan kalau bicara soal Sprindik ini, saya datang ke Kejaksaan dan diterima oleh Pak Dadang (Kasie Penkum),dan dinyatakan bahwa Sprindik TPPU GORR ini masih berproses. Oleh karena itu, dengan kondisi ketidakjelasan seperti ini antara Aparat Penegak Hukum dengan rakyat,kami (Rakyat) ini mau mengadu kemana kalau dipermainkan oleh APH seperti ini.” Ungkap Adhan dengan nada kecewa
Dicontohkan dengan persoalan korupsi yang menyeret Gubernur Papua. Dimana pintu masuk KPK itu melalui Surat PPATK sekitar 1 Miliar Sampai terbongkar secara keseluruhan.
“ Nah, masa di Gorontalo belum ada pemberitahuan dicabutnya Sprindik TTPU, Kajati yang sebelumnya tidak tahu adanya Sprindik TPPU malah menyampaikan sudah dihentikan.
Oleh Karena itu, dengan harapan agar Aparat Penegak Hukum utamanya Kejaksaan Tinggi serius menangani Korupsi di Gorontalo. Kalau penegakan hukum dalam kasus korupsi di Gorontalo begini caranya maka akan lebih susah lagi kita masyarakat Gorontalo.” Tambah Adhan
Dirinya pun mengatakan akan kembali mendatangi Lembaga PPATK dan Menko Polhukam guna mempertanyakan keabsahan surat yang dikeluarkan oleh PPATK dalam kasus GORR.
“ Ini pembohongan publik. Makanya saya berusaha untuk ke Jakarta untuk datang ke Lembaga PPATK dan mempertanyakan apakah Surat PPATK ini memang tidak perlu dihargai oleh Penegak Hukum. bahkan Kejaksaan Tinggi tidak mengakui, saya akan datang langsung dan akan berusaha ketemu dengan Pak Menko Polhukam. Disaat Kita Gorontalo sekarang menjadi Daerah termiskin ke 5 ditambah lagi dengan Aparat Penegak Hukum yang tidak serius menangani korupsi maka lebih kacau lagi.” ungkapnya.
Dirinya pun tidak sependapat dengan penyataan Kejaksaan Tinggi. Sehingga dirinya berharap agar Kejati Gorontalo lebih profesional dan lebih serius menangani perkara Korupsi di Gorontalo.
“ Saya kurang sependapat dengan Kejaksaan Tinggi yang mengatakan bahwa kurang tenaga, itu termasuk memalukan lembaga Kejaksaan. Emangnya kalau kurang tenaga jadi korupsi juga dibiarkan ? Sudah jo Ngoni pancuri saja Krna torang tidak ada tenaga maka dibiarkan.
“Seharusnya sudah seperti Kejaksaan Agung sekarang ,yang begitu seriusnya membongkar perkara korupsi dengan luar biasa, tapi kenapa Kejaksaan Tinggi Gorontalo begitu lambat menangani masalah Korupsi ?.” Tutup Adhan Dambea.