Koordinat.co,GORONTALO – Warga di salah satu desa di Kecamatan Anggrek, Gorontalo Utara, dihebohkan dengan dugaan jual beli hutan mangrove yang diduga melibatkan kepala desa setempat.
Lahan yang disebut-sebut diperjualbelikan ini mencapai luas 90 hektare dan dikabarkan telah berpindah tangan kepada salah satu perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun, proses jual beli ini diduga telah dipersiapkan sejak tahun 2024, sementara transaksi pembayaran dilakukan pada tahun 2025.
Pembayaran dilakukan melalui salah satu bank yang beroperasi di Gorontalo Utara, dengan harga jual yang disepakati sebesar Rp 18.000 per meter persegi. Jika dikalkulasikan, nilai transaksi mencapai Rp 16,2 miliar.
Namun, yang menarik adalah dugaan adanya pemotongan dana sebesar Rp 1.000 per meter persegi oleh pihak bank. Dengan luas lahan mencapai 90 hektare, pemotongan ini totalnya berjumlah Rp 900 juta.
Skema pemotongan ini diduga dilakukan langsung oleh bank sebelum dana disalurkan kepada warga. Diduga, uang dari perusahaan dikirim ke rekening bank, lalu bank melakukan pemotongan Rp 1.000 per meter sebelum mentransfer sisa dana ke masyarakat.
Setelah pemotongan, warga hanya menerima Rp 15,3 miliar, sedangkan sisa Rp 900 juta diduga akan ditransfer ke pemerintah desa.
Hingga kini, belum ada kejelasan mengenai dasar pemotongan dana tersebut dan apakah tindakan ini memiliki dasar hukum yang kuat.
Salah satu warga setempat yang enggan menyebutkan namanya mengaku kecewa dengan lambannya respons pihak berwenang terhadap persoalan ini.
Ia juga mempertanyakan dugaan ketimpangan dalam penegakan hukum di wilayah tersebut.
“Kami saja yang hanya merintis lahan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan perusakan. Sementara ini sudah jelas ada dugaan jual beli hutan mangrove, tapi seolah tidak ada tindakan hukum,” ujarnya.
Ia berharap ada transparansi dan tindakan tegas dari pihak terkait untuk mengusut dugaan jual beli lahan konservasi ini.
Tak sampai di situ, ia juga mendesak aparat penegak hukum serta instansi pemerintah untuk segera melakukan penyelidikan dan memberikan kejelasan atas polemik yang tengah berkembang.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari kepala desa maupun pihak perusahaan terkait dugaan transaksi ini.(*)