KOORDINAT.CO, POHUWATO – Baru- baru ini pemerintah daerah menggelar rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) terkait pemberitaan permasalahan tambang yang menggunakan alat berat di wilayah Kabupaten Pohuwato khususnya di Kecamatan Dengilo.
Sehingga melahirkan surat edaran, berupa himbauan larangan untuk tidak menggunakan alat berat di wilayah pertambangan. Dalam waktu dekat ini juga pemerintah daerah pohuwato melalui bupati Pohuwato Saipul A. Mbuinga akan melaksanakan peninjauan lokasi setelah diterbitkannya SE tersbut.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) Kabupaten Pohuwato menanyakan dengan tegas kepada pemerintah daerah Pohuwato, solusi apa yang diberikan kepada para penambang lokal yang ada di Pohuwato ketika pemerintah melakukan penertiban terhadap aktivitas penambang lokal.
“Lalu solusi yang diberikan oleh Pemda apa? WPR saja kalau tidak didorong dengan aksi demo belum tentu ada di Pohuwato. Sosialisasi WPR dan Syarat IPR saja klu bukan inisiatif DPC APRI Pohuwato tidak ada” tegasnya.
“Memang di Pohuwato sudah ada 18 blok WPR sudah ditetapkan. Tapi proses lahirnya IPR masih membutuhkan waktu lama. Sebab masih ada tahapan-tahapan yang harus diselesaikan, Baik Deliniasi lokasi Blok WPR, pembuatan dokumen pengelolaan WPR maupun proses Pengurusan IPR itu sendiri”
“Tapi tim percepatan Implementasi WPR yang dibentuk oleh Pemda tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik untuk menjalankan tahapan-tahapan tersebut” ujar Limonu.
Untuk itu dirinya mendesak kepada Pemerintah Daerah untuk mempertimbangkan dulu penertiban aktivitas tambang lokal.
“Kemarin kami telah berupaya untuk mengedukasi dan menghimbau agar penambang lokal tidak mengganggu atau beraktivitas lagi di wilayah konsesi perusahaan baik Kontrak Karya maupun IUP KUD DT. Dan Alhamdulillah mereka sudah turun dari wilayah izin perusahaan dan sudah beraktivitas di Blok WPR yang telah ditetapkan oleh Pemerintah”
“Tetapi sekerang ini penambang lokal tetap masih dipersulit. Sementara hasil tambang lokal bukan saja dirasakan oleh penambang saja, tetapi bisa dirasakan oleh semua sektor usaha yang ada di Pohuwato pada khususnya dan Provinsi Gorontalo pada umumnya. Nah ketika diadakan penertiban, maka dipastikan perputaran ekonomi di Pohuwato melemah dan daya beli masyarakat akan menurun drastis. Tentu hal itu perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah Daerah” harap Limonu.
Lebih lanjut kata Limonu, Persoalan pengendalian lingkungan tentu menjadi perhatian bersama dan penting untuk mengarahkan pelaku usaha tambang untuk dapat bertanggungjawab terhadap dampak yang ditimbulkan adanya kegiatan aktivitas tambang tersebut. Terutama untuk tidak membuang air keruh dan sedimentasi langsung ke sungai.
“Persoalan penggunaan alat berat, kiranya kita bisa memahami secara utuh regulasi yang ada.
Di UU no 3 tahun 2020 atas perubahan UU no 4 tahun 2019, bahwa aktivitas di WPR dapat menggunakan alat teknologi. Nah alat Excavator itu merupakan bagian dari alat teknologi” bebernya.
Kemudian kata Limonu, WPR yang ditetapkan oleh pemerintah semua berada di Wilayah sekunder, bukan di primer. Sehingganya mengharuskan penggunaan alat berat untuk mempercepat proses pengambilan hasil dan alat tersebut juga dapat digunakan untuk mengendalikan kerusakan lingkungan. Baik proses rehabilitasi maupun reklamasi.
“Kalau hal tersebut diatas tidak menjadi pertimbangan pemerintah, maka dalam waktu ini kami akan turun aksi besar-besaran dengan menurunkan ribuan masa.
Dan APRI siap pasang badan dan SIAP dengan segala resiko” ungkapnya kepada media ini Kamis, 05/01/2023.
“Insya Allah kami turun aksi pertama jumlah 5000 masa. Dan aksi demo tersebut mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat nanti. Dan insya Allah saya sendiri yang jadi jendral lapangan nanti” tukas Limonu.
“Insya Allah pemberitahuan kita masukan besok ke Polres Pohuwato dan Siang malam kita akan duduki Kantor Bupati, dan DPRD Pohuwato. Dan kami minta Pemda untuk menyiapkan konsumsi bagi massa aksi. Biar Pemda rasakan sendiri bagaimana memberi makan kepada masyarakat banyak” pungkasnya.
Editor : (FADEL MONOARFA)