KOORDINAT.CO, GORONTALO UTARA – Pemerintah Desa (Pemdes) Milango, Kecamatan Tomilito, Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) menggelar sosialisasi penyuluhan hukum, bertempat di Kantor Desa setempat, Rabu (22/12/2021).
Kegiatan sosialisasi yang dihadiri oleh Camat Tomilito, Rizal Modanggu itu menghadirkan pemateri dari Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kepolisian Resort (Polres) Gorut.
Kepada Media, Kepala Kejaksaan (Kajari) Gorut, Dony K. Ritongga, yang juga sebagai pemateri dalam kegiatan itu menyampaikan, bahwa berkaitan dengan penerangan hukum itu skopnya sangat luas. Artinya, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membahasnya, tidak cukup kalau hanya dengan waktu satu hari.
“Jika ingin mengupas satu demi satu tentunya tidak akan cukup kalau cuman sehari, dimana banyak permasalahan atau isu-isu aktual yang seharusnya patut dan wajib diketahui,” ucap Doni.
Ia menjelaskan, terkait dengan penanganan perkara tindak pidana yang masuk ke kejaksaan dan kemudian dilimpahkan ke pengadilan itu lebih banyak didominasi oleh perkara-perkara sederhana. Misalnya, kalau di Gorontalo itu kasus soal karlota.
“Jadi hasil pembicaraan si A dan si B didengar oleh si C, jadi berkembang-berkembang yang akhirnya itu mengakibatkan menjadi suatu masalah pidana. Nah, misalnya begitu dapat informasi yang disampaikan oleh beberapa kali pindah kemudian yang bersangkutan tanpa memfilter langsung mengucapkan kepada nara sumber tadi dengan ucapan yang tidak senonoh, akhirnya mungkin karena ketersinggungan dan mungkin karena ada hasutan dari pihak ketiga dan apa lagi ada yang memaanfaatkan situasi tersebut biar populer dan dimaanfaatkanlah hal tersebut untuk dilaporkan dan ketika dilaporkan dan kedua belah pihak sudah sepakat damai, akan tetapi ada lagi yang memaanfaatkan atau membisik minta ini atau minta itu sementara pelaku pekerjaannya cuman buruh tani, nah dari mana dia bisa sanggupi,” ungkapnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, berdasarkan contoh kasus itu, maka sebagian kalangan masyarakat menganggap hukum itu sebagai alat untuk melampiaskan dendam, padahal sebenarnya tujuan dari hukum itu adalah untuk menciptakan ketertiban di masyarakat.
“Demikian pula halnya dengan menggunakan sarana media sosial (medsos), tiba-tiba nanti ada yang komen muncul kata-kata yang tidak senonoh yang mengakibatkan terjadinya ketersinggungan. Akhirnya yang tersinggung melakukan laporan ke kepolisian, terus dari kepolisian melimpahkan berkasnya lagi ke kejaksaan. Diupayakan untuk damai tidak mau karena bahasanya harga diri, dan memang harga diri itu tidak ada ukurannya. Tetapi sebagai umat yang beragama, memaafkan itu lebih baik dan lebih mencerminkan sifat sebagai masyarakat desa, sebagai masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Terakhir, dirinya menjelaskan, kedepan pihaknya akan mengedepankan peran para Kepala Desa (Kades) dan perangkatnya untuk meminimalisir permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat desa.
“Karena kalau misalkan nanti jika sampai ke persidangankan karena ini juga menyangkut nama desa, jadi bukan suatu kebanggaan kalau berperkara di pengadilan. Dalam arti untuk mencegah hal itu, maka masyarakat harus juga tahu rambu-rambunya, bahwa segala sesuatu itu dapat mengakibatkan sanksi pidana. Karena dalam pelaksanaan tugas pun dari kejaksaan maupun dari kepolisian bukan hanya mengurusi masalah pidana saja, apa lagi dalam pandemi Covid-19 seperti saat ini,” pungkasnya. (Indra)