KOORDINAT, KABGOR – Polemik soal pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang diduga dilakukan oleh Klinik Pratama Yulia, yang beraktivitas di Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo (Kabgor), kembali mendapat sorotan dari salah satu Aktivis Lingkungan Provinsi Gorontalo, Mohamad Matona.
Kepada Koordinat, Mohamad Matona atau yang lebih akrab disapa Anto Margarito itu mengatakan, bahwa tindakan pembuangan limbah B3 yang tidak sesuai berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam perundang-undangan itu adalah suatu tindakan yang dapat mengakibatkan operasional Klinik tersebut dapat dihentikan sementara.
“Hal ini harus segera disikapi. Harusnya seluruh kegiatan Klinik tersebut dihentikan sementara. Artinya, Klinik tersebut belum bisa beroperasi sebelum memperbaiki manajemen pengelolaan limbahnya,” ujarnya, Sabtu (20/11/2021).
Ia menjelaskan, terkait penanganan limbah medis B3 di Klinik itu seharusnya mendapatkan perlakuan khusus, bukan hanya ditumpuk di suatu tempat kemudian dibakar.
“Pengelolaan limbah B3 khususnya limbah medis, ada aturan dan ketentuannya. Tidak seperti sampah biasa yang hanya ditumpuk kemudian dibakar. Namun ada proses-proses yang harus dilakukan terhadap pengelolaannya,” terangnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, tindakan yang dilakukan oleh pihak Klinik dalam pengelolaan limbah medis yang telah berdampak kepada masyarakat itu adalah bukti ketidaktahuan pihak Klinik dalam mengelola limbah B3 tersebut.
“Saya khawatir akan ada korban lainnya lagi dari dampak pengelolaan limbah yang serampangan itu. Mungkin saat ini masyarakat memang tidak secara langsung merasakan dampak dari pengelolaan limbah tersebut, namun dampak ini pasti suatu saat nanti akan dikeluhkan oleh masyarakat sekitar jika pengelolaan limbah itu tidak segera dibenahi,” tegasnya.
Untuk itu, Aktivis Lingkungan yang dikenal sangat konsen terhadap perlindungan lingkungan itu pun berharap, adanya sikap tegas dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat dalam mengambil tindakan tegas dengan menghentikan sementara seluruh kegiatan di Klinik tersebut, termasuk kegiatan operasional.
“Pemberhentian sementara ataupun penutupan sementara itu dilakukan hingga pihak Klinik tersebut mampu memperbaiki manajemennya, serta administrasi pengelolaan lingkungannya,” tegasnya lagi.
Terakhir, dirinya mengingatkan, walaupun dengan diperbaikinya manejemen pengelolaan limbah B3 dikemudian hari, bukan berarti sanksi pidananya sudah terhapus. Karena, persoalan pelanggarannya sudah terjadi dan disitu terdapat sanksi pidana yang sanksinya sangat keras.
“Karena Undangan-Undang (UU) Lingkungan masuk pada lex spesialis atau Undang-Undang khusus, yang artinya mengenyampingkan Undang-Undang umum. Karena ancaman hukumannya jelas dan telah diatur minimal 1 tahun dan paling berat 3 tahun penjara, disertai denda minimal 1 milyar dan maksimal 3 milyar,” tandasnya.
Sebelumnya, tim Petugas Sanitarian Dinas Kesehatan (Dikes) Kabgor, melalui Puskemas Boliyohuto telah melakukan pemeriksaan lapangan terkait limbah medis B3 di Klinik tersebut.
Petugas Sanitarian Puskesmas Boliyihuto, Reiner Josua Sinaga mengatakan, dasar dari pemeriksaan lapangan terkait limbah medis B3 itu karena ada keluhan dan laporan dari masyarakat setempat.
“Kita tadi sudah memastikan untuk pembuangan jarum suntik yang kebetulan menjadi laporan masyarakat dan tadi juga kita menemukan barang tersebut di belakang tapi tidak di persawahan,” ujar Reiner.
“Sebelum persawahan itu ada bak penampungan sampah domestik, disitu kita temukan beberapa sampah medis berupa jarum suntik, botol kaca atau ampul,” sambungnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil temuannya di lapangan terkait limbah medis B3 itu, adalah merupakan kategori pencemaran lingkungan yang sangat berbahaya bagi masyarakat sekitar Klinik tersebut, misalnya terinjak ataupun tertusuk.
“Terkait tempat penampungan sementara limbah medis dari hasil inspeksi sanitarian tidak ada, tapi mereka hanya menunjukkan tempat penampungan berupa drum. Disitu terdapat jarum suntik, ampul, pial yang letaknya terpisah dari klinik tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, terkait drum yang menjadi Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah medis yang ada di Klinik Pratama Yulia itu tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Karena seharusnya tempat penampungan sementara itu harus berbentuk bangunan fisik berupa bangunan 3×4 atau 4×4 meter yang ada pentilasinya,” ucapnya.
Dirinya juga menjelaskan, bahwa dari hasil pemeriksaan lapangan itu, ditemukan ada pembakaran limbah Medis B3 di tempat sampah belakang klinik tersebut.
“Fakta di lapangan memang kita temukan ada pembakaran di tempat sampah belakang Klinik Yulia yang diduga hal ini terjadi kelalaian dari pihak petugas,” pungkasnya. (AFS)