KOORDINAT, KABGOR – Penggiat Lingkungan Provinsi Gorontalo, Indra Rohandi, S.Farm, sangat menyesalkan soal adanya limbah medis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berserakan di tempat yang tidak seharusnya, yang diduga berasal dari Klinik Pratama Yulia.
Kepada Koordinat, Indra mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), itu diatur soal pengelolaan limbah B3 pada Pasal 59 Ayat 1, Ayat 3 dan Ayat 4. Dan juga pada pasal 60 itu diatur larangan melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
“Sebagaimana pula diatur pada Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia (RI) Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis pengelolahan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan (Fayankes),” terang Indra, Jum’at (19/11/2021).
Ia menjelaskan, sifat limbah B3 Fayankes terbagi atas 3 macam, yaitu yang pertama adalah limbah infeksius. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi dengan organisme patogen dan dapat menularkan penyakit pada manusia rentan. Kemudian yang kedua, kata dia, adalah limbah patogen. Limbah patogen adalah limbah buangan potongan organ, jaringan tubuh, cairan tubuh dan lain-lain yang dapat pula menularkan penyakit pada manusia rentan.
“Dan yang ketiga adalah limbah sitotoksik. Limbah sitotoksik ini berasal dari bahan terkontaminasi yang dapat menghambat pertumbuhan sel,” papar Sarjana Farmasi Alumnus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makssar itu.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, limbah B3 Fayankes sangatlah berbahaya karena dapat mencemari lingkungan sekitar, seperti air dan tanah, serta dapat menginfeksi petugas medis, pasien dan masyarakat. Sehingga, dapat mengakibatkan terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan jika terpapar.
“Misalnya obat kadaluarsa yang dibuang sembarangan yang dapat berbahaya bagi manusia lainnya dan jangan sampai bisa disalah gunakan dan dapat mencemari lingkungan, mencemari persawahan jika dekat atau mencemari sumber air lainnya,” tegasnya.
Terakhir dirinya menjelaskan, jika hal itu terjadi, maka sangat jelas perbuatan tersebut dapat dikenakan sangsi pidana dan denda, sebagaimana diatur pada Pasal 103 dan Pasal 104 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH.
“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun, dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” tegasnya.
“Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” sambungnya.
Dirinya pun berharap, agar persoalan itu harus segera ditindaki, karena sangat merugikan masyarakat dan lingkungan. Apalagi, lokasi tersebut dekat dengan areal persawahan aktif milik masyarakat.
“Sangatlah disesalkan jika dugaan ini hanya dibiarkan dan tidak diproses lebih lanjut, karena akan ada namanya pembiaran,” tandasnya.
Sebelumnya, tim Petugas Sanitarian Dinas Kesehatan (Dikes) Kabgor, melalui Puskemas Boliyohuto telah melakukan pemeriksaan lapangan terkait limbah medis B3 tersebut.
Petugas Sanitarian Puskesmas Boliyihuto, Reiner Josua Sinaga mengatakan, dasar dari pemeriksaan lapangan terkait limbah medis B3 itu karena ada keluhan dan laporan dari masyarakat setempat.
“Kita tadi sudah memastikan untuk pembuangan jarum suntik yang kebetulan menjadi laporan masyarakat dan tadi juga kita menemukan barang tersebut di belakang tapi tidak di persawahan,” ujar Reiner.
“Sebelum persawahan itu ada bak penampungan sampah domestik, disitu kita temukan beberapa sampah medis berupa jarum suntik, botol kaca atau ampul,” sambungnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil temuannya di lapangan terkait limbah medis B3 itu, adalah merupakan kategori pencemaran lingkungan yang sangat berbahaya bagi masyarakat sekitar Klinik tersebut, misalnya terinjak ataupun tertusuk.
“Terkait tempat penampungan sementara limbah medis dari hasil inspeksi sanitarian tidak ada, tapi mereka hanya menunjukkan tempat penampungan berupa drum. Disitu terdapat jarum suntik, ampul, pial yang letaknya terpisah dari klinik tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, terkait drum yang menjadi Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah medis yang ada di Klinik Pratama Yulia itu tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Karena seharusnya tempat penampungan sementara itu harus berbentuk bangunan fisik berupa bangunan 3×4 atau 4×4 meter yang ada pentilasinya,” ucapnya.
Dirinya juga menjelaskan, bahwa dari hasil pemeriksaan lapangan itu, ditemukan ada pembakaran limbah Medis B3 di tempat sampah belakang klinik tersebut.
“Fakta di lapangan memang kita temukan ada pembakaran di tempat sampah belakang Klinik Yulia yang diduga hal ini terjadi kelalaian dari pihak petugas,” pungkasnya.
Penulis: RRK