Oleh :
Fain Gadang, Aktivis dan Pemerhati Lingkungan
Koordinat.co, Opini – Gorontalo Utara merupakan Kabupaten pesisir yang ada di Provinsi Gorontalo. Kabupaten Gorontalo Utara terdiri atas 11 Kecamatan dan 123 desa dengan jumlah penduduk 104.133 jiwa (data Sensus Penduduk 2010) serta luas 1.230,07 km2; (data Sensus Penduduk 2010), sehingga tingkat kepadatan penduduknya adalah 84,60 jiwa/km2
Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara sebagian besar adalah perbukitan rendah dan daratan tinggi yang tersebar pada ketinggian 0 – 1.800 meter diatas permukaan laut, keadaan topografi didominasi oleh kemiringan 15-40 ° (60 -70 %). Kondisi dan struktur utama geologi adalah patahan yang berpotensi menimbulkan gerakan tektonik sehingga menyebabkan Kabupaten Gorontalo Utara rawan bencana alam seperti gempa bumi, gerakan tanah, erosi, abrasi dan gelombang pasang serta pendangkalan dan banjir. Kabupaten Gorontalo Utara memiliki garis panjang pantai 198,00 Km2 yang menjadi garis pantai terpanjang di Provinsi Gorontalo yang berhadapan dengan Samudra Pasifik.
Pada tahun 2008 silam tepatnya bulan Desember, dimana Kabupaten ini baru dibentuk sudah diterjang bencana banjir bandang yang cukup parah hampir disemua Kecamatan, khusunya di Kecamatan Tolinggula dimana pada waktu itu membuat akses darat terputus sehingga akses bantuan kedaerah itu hanya menggunakan akses laut.
Hingga sekarang ini kita ketahui bersama masalah “BANJIR” bahkan tidak teratasi dengan baik oleh Pemerintah Daerah, dari tahun ke tahun solusinya tidak pernah ada, Malahan justru Pemerintah menambah parahnya keadaan dengan adanya pembangunan yang hampir rata-rata tidak mempunyai kajian lingkungan atau ijin lingkungan.
Seakan-akan kajian lingkungan ini tidak begitu berarti bagi Pemerintah, padahal sudah sangat jelas dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai contoh pembangunan jalan By Pass di Desa Pontolo, awalnya masyarakat sekitar tidak pernah kedatangan banjir namun semenjak dibangunnya jalan tersebut malah jadi penghambat jalan air sehingga air masuk kerumah-rumah warga sekitar.
Ini karena kajian lingkungan sebagai salah satu syarat tidak dilakukan oleh pemrakarsa dalam hal ini Pemda, harusnya dokumen lingkungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan sebuah kegiatan,belum lagi kegiatan pembangunan jalan tani yang hanya Asal jadi, dimana pembangunan tersebut tidak memikirkan jangka panjang, sebab pembukaan jalan tani dikala musim hujan malah akan jadi sungai baru dimana material jalan tersebut akan tergerus oleh air.
Maka dari itu, menurur hemat saya masalah lingkungan harus diprioritaskan didaerah ini minimal konsekwensi anggarannya harus ditingkatkan. BAPPEDA sudah musti menseruisinya dengan dorongan DPRD kalau nanti dibiarkan terus menerus Daerah ini bisa hancur dari segi lingkungan Apalagi banyaknya program pembangunan di era Jokowi mulai dari Desa hingga program Kementrian, Harusnya setiap satu kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan wajib memiliki dokumen serta ijin lingkungan.
Seharusnya DPRD selaku pangawas internal Pemerintahan tidak merealisasi kegiatan pembangunan yang tidak menggarkan kajian lingkungan, Masalah lingkungan merupakan masa depan anak cucu kita kelak, jadi kalau tidak dimulai dari sekarang kapan lagi?
Ayo bersama selamatkan Daerah ini dari bencana, Minimal kita bisa mengurangi resiko bencana.