Oleh : Erijelly Bandaro (opini)
Pemerintah dalam APBN sudah tetapkan pos anggaran PEN sebesar Rp 688,33 triliun. Pemerintah berharap BI membeli Surat Berharga Negara ( SBN) dalam skema tanggung rentang (burden sharing) sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) tanggal 7 Juli 2020. Tapi BI sudah menegaskan bahwa tidak akan melanjutkan pendanaan defisit Fiskal. Apa alasan BI ? mekanisme pembelian SBN secara langsung ini hanya berlaku untuk APBN 2020. Untuk tahun 2021 tidak ada.
Kalaun BI terlibat maka itu harus melalui mekanisme pasar. Yaitu BI beli melalui pasar perdana. Apapun pemerintah tawarkan BI siap lakukan. Misal, non-competitive bidder, green shoe option, dan private placement. Jelas saja Pemerintah keberatan. Karena pasti costly. Padahal ini program stimulus yang tidak mungkin didapat uangnya dari market.
Mengapa BI sampai tidak mau terlibat menutupi defisit Fiskal lewat pembelian langsung SBN? Karena janji pemerintah tahun 2020 atas skema burden sharing engga jalan sesuai rencana. Pertumbuhan ekonomi meleset jauh dari perkiraan. Ekspansi APBN tidak terjadi optimal. Anggaran PEN tahun 2020 masih bersisa Rp 115,42 triliun. Dari data sisa anggaran itu artinya program PEN tidak efektif menggerakan mesin ekonomi. Kalau diteruskan akan beresiko bagi BI sebagai otoritas moneter. Sebagai banker, BI hanya melihat kinerja. Jadi harap maklum kalau sampai BI besikap tegas.
Sistem keuangan negara kita design arsitekturnya tertuang dalam UU. Bahwa tugas create money adalah pemerintah melalui penerimaan APBN. Tugas BI hanya sebagai pencatat devisa dan mengendalikan uang beredar melalui sistem keuangan ( perbankan dan LKBB). Sementara bagaimana mengatur sistem keuangan, itu bukan tugas BI tetapi OJK. Tiga lembaga ini berjalan diatas rell nya masing masing. Dengan tujuan yang sama. Nah kalau pemerintah memaksa BI terus membeli SBN secara langsung, itu artinya pemerintah ingin BI sebagai create money. Itu jelas melanggar sistem keuangan negara.
Masalah perbedaan kebijakan antara BI dan Pemerintah itu bukan tidak saling mendukung. Tetapi UU BI memang tidak dibenarkan membeli secara langsung SBN. Kecuali alasan khusus yang tidak permanen. Nah kalau tahun kemarin bisa dilakukan, bukan berarti itu bisa begitu seterusnya. Lantas darimana pemerintah memenuhi defisit fiskal itu kalau BI tidak mau beli secara langsung? Mau masuk ke pasar perdana secara langsung, jelas tidak efisien atau costly. Cetak uang jelas engga boleh.
Solusinya adalah pemerintah bisa keluarkan QE ( Quantitative easing ). Caranya? Pemerintah keluarkan SBN dan ditempatkan di rekening khusus BI. Nah tugas BI sebagai agent pemerintah untuk mengatur cash flow. Tapi pemerintah harus punya program jelas untuk menarik SBN itu secara bertahap. Kuncinya ada pada perbaikan fundamental ekonomi. Kalau pemerintah yakin bahwa tahun ini pertumbuhan ekonomi positip, ya tidak perlu ragu. Lakukanlah. Jangan sampai kita meniru Turki. Kesel karena bank central engga bisa bantu, malah presiden dan Gubernur bank cental ribut terus. Saling jegal.