Oleh : Muhsin Labib
Gelar adalah awalan (prefiks) atau akhiran (sufiks) yang ditambahkan pada nama seseorang untuk menandakan penghormatan, jabatan resmi, atau kualifikasi akademis atau profesional. (Wikipedia).
Menurut KBBI gelar punya tiga makna; a)
sebutan kehormatan, kebangsawanan, atau kesarjanaan yang biasanya ditambahkan pada nama orang seperti raden, tengku, doktor, sarjana ekonomi; b) nama tambahan sesudah nikah atau setelah tua (sebagai kehormatan), contoh: ‘ia diberi gelar “Sutan”‘; sebutan (julukan) yang berhubungan dengan keadaan atau tabiat orang; sebutan, contoh: ‘karena gendut, ia mendapat gelar si gendut ia mendapat gelar “Srikandi” dari kawan-kawannya’.
Gelar kadang disamakan dengan julukan, nama panggilan (Inggris: nickname) yaitu nama seseorang yang bukan nama asli yang diberikan oleh orang tuanya. Nama julukan bersifat tidak resmi, tetapi bersifat sosial dalam suatu komunitas tertentu. Nama julukan bisa saja terdengar dan terasa kasar serta tak menyenangkan, khususnya apabila digunakan orang yang membenci orang yang dijulukinya. namun sebaliknya dapat terdengar dan terasa manja bila dipakai oleh orang yang yang mencintai atau menyayangi orang tersebut.
Pada dasarnya gelar adalah atribut yang bebas nilai, bisa baik dan bisa buruk tergantung kepada apa yang disematkan. Namun secara popular, gelar diidentikkan dengan sebutan positif yang mengandung penghormatan atas prestasi atau fungsi tertentu.
Ada dua macam gelar yaitu a) gelar yang disandangkan oleh pihak lain tanpa usaha atau prestasi penyandangnya; b) gelar yang disandangkan atas usaha dan prestasi penyandangnya.
Gelar yang disandangkan tanpa usaha dapat dibagi dua, yaitu a) gelar identitas, yaitu gelar yang disandangkan karena fakta ikatan biologis dan etnis sebagai pelengkap identitas individu semata; seperti sebutan Joko si Jawa itu dan Maruli si Batak itu; b) gelar pangkat, yaitu gelar yang disematkan atas seseorang yang lahir dari orang tua yang oleh masyarakat sebagai bangsawan atau ningrat karena penghormatan kepada kekuasaan atau penghormatan kepada sejarah masa lalunya, misalnya gelar Andi dalam masyarakat Makasar atau Raden dalam masyarakat Jawa atau Ida Bagus dalam masyarakat Bali.
Gelar yang disandangkan karena usaha atau fungsi bisa dibagi dua; b) gelar formal, yaitu yang disematkan karena prestasi dalam pendidikan, jasa dan pengabdian, seperti gelar doktor, gelar mahaputra dan gelar pahlawan nasional; b) gelar informal, yaitu yang diberikan oleh masyarakat karena dianggap pandai, teladan, sakti dan sebagainya.
Habib adalah jenis gelar informal (tradisional) yang diberikan secara konvensional karena penghormatan kepada Nabii Muhammad SAW yang juga digelari Habibullah (kekasih Tuhan) atas jasa-jasa dan fungsinya sebagai utusan teragung. Kemudian gelar ini disandangkan oleh sebagian orang secara konvensional kepada setiap orang yang terkait secara biologis dengan beliau demi menghormati Nabi SAW dan disandangkan oleh sebagian lain hanya kepada orang-orang dari keturunan Nabi SAW yang berperilaku baik bahkan wara’ dan dicintai oleh masyarakat karena jasa dakwah dan kontribusi sosialnya.
Meski jelas menurut logika bahwa gelar mulia adalah akibat kemuliaan, bukan sebab kemuliaan, sebagian orang libur logika mengungkit-ungkitnya seolah gelar habib adalah sumber persoalan, padahal sumbernya adalah mindset irrasional orang-orang yang memujanya. Sejauh ini gelar habib adalah anugerah bagi segelintir orang dan tragedi bagi sebagian besar yang menikmatinya.(R01)