Oleh : Nizam Halla
Keindahan dan eksotika menara eiffel nampaknya mulai suram dan meredup. Pasalnya retorika populis presiden perancis Immanuel Macron menyulut gelombang kemarahan di kalangan negara-negara berpenduduk Mayoritas Muslim atas pembelaannya pada gambar figuratif dan narasi penghinaan figur Nabi Muhammad SAW di salah satu majalah satire Charlie Hebdo.
Macron menyebut kartun bergambar Nabi Muhammad yang diterbitkan majalah provokatif itu sebagai “penistaan yang di benarkan” dalam kultur Sekulerisme perancis. tak ayal para Pemimpin negara muslim menuduh Macron hendak memanfaatkan momentum tersebut untuk melancarkan propaganada anti Islam dalam melegitimasi islamophobia untuk kepentingan politiknya.
Membuat kartun sosok Nabi Muhammad dengan tujuan sarkasme untuk mengisi ruang perspektif kebebasan berekspresi adalah pelecehan dan bentuk penghinaaan atas simbol-simbol keagamaan. Kekerasan simbolik semacam ini adalah tindakan kriminal dan mengancam perdamaian dunia. terlebih bagi umat muslim dimana Nabi Muhammad dianggap sebagai figur yang menempati kedudukan tertinggi simbol spiritual dan pilar utama dalam kerangka sakralitas keagamaan.
Prancis adalah negara yang menjunjung tinggi prinsip sekulerisme yang di dasarkan pada kebebasan dan persamaan hak yang di cirikan oleh kebebasan berpikir bagi tiap individu. Sekularisme negara atau laicite menduduki posisi sentral dalam identitas nasional Prancis dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari moto pascarevolusi, yaitu “liberty, equality, fraternity”.
Namun di zaman modern, sekularisme moderat makin jauh di tinggalkan dan perlahan digantikan oleh gagasan sekuler fundamental yang lebih menyerupai “agama sipil”. Salah satu ciri yang menentukan dari sekularisme ala perancis hari ini adalah promosi penistaan agama dan khususnya ekspresi dan kebijakan ekstremnya untuk menghalau komunalisme muslim.
Sebagai Negara yang belakangan diketahui sangat obsesif pada simbol-simbol Islam, Perancis sangat paham betul bahwa umat Islam dari kalangan manapun memiliki watak hyper- sensitiv jika menyentuh simbol keagamaan yang dianggap “sakral” bahkan bagi seorang Muslim moderat dan sekuler sekalipun.
Dukungan macron pada penghinaan simbol-simbol keagamaan dan kebijakan intimidatifnya pada penganut agama Islam berpotensi menghasilkan siklus konflik yang sangat berbahaya, makin sekularisme Prancis menjadi radikal, jumlah serangan jihadis di negara itu pun kian berlipat ganda.
Dengan dalih mengatasi problem subordinasi minoritas agama, sekularisme ala Perancis justru dapat memperburuk konflik akibat ketimpangan mayoritas-minoritas dan makin menegangkan relasi antaragama betapapun pada mulanya sekularisme dikampanyekan di balik janji kesetaraan sipil dan kebebasan beragama.
Sarjana terkemuka, Karen Armstrong, mengkritik Eropa bahwa sekulerisme atas nama kebebasan yang dipuja-puja oleh kelompok sekuler dan Neoliberal justeru berkontribusi terhadap suburnya terorisme dan radikalisme yang dialamatkan pada orang-orang Islam (Arsmtrong, 2015).
Mesin politik global acapkali menggambarkan Islam sebagai sebuah agama yang mendukung kekerasan dan terorisme.
Di sisi lain kelompok muslim fundamentalis juga memandang dunia Barat sama merampok peradaban.
Akhirnya pertentangan sekularisme radikal dan fundalisme agama telah terlibat dalam teror mematikan sejak saat itu.