Koordinat.co, Gorontalo – Terkait laporan Albert Pede, SH, MH selaku kuasa hukum dari ke tiga Kepala Desa yang batal dilantik pada pemilihan Kepala Desa serentak Kabupaten Gorontalo di salah satu lembaga negara yaitu Ombusdman, menurutnya ternyata terdapat potensi pelanggaran terhadap peraturan perundang – undangan. Senin (17/05/2021)
Kepada media ini Albert Pede, SH, MH ketika diwawancarai terkait potensi pelanggaran pidana umum pada pembatalan pelantikan Kepala Desa terpilih menjelaskan bahwasanya Bupati dalam menjalankan roda pemerintahan harusnya sesuai dengan regulasi perundang – undangan yang telah diatur sesuai ketentuan yang berlaku. Menurut Albert bahwa dasar dari Peraturan Bupati (Perbub) yaitu Peraturan Daerah (Perda) nomor 4 tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Desa dan Perda tersebut berdasarkan Undang – undang nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maupun Undang – undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Menurut Albert dalam ketentuan regulasi perundang – undangan ini dirinya belum menemukan satu pasalpun yang menyebutkan adanya penundaan pelantikan ketika seorang Kepala Desa terpilih digugat di PTUN sehingga menurutnya Pemerintah daerah tidak memiliki dasar untuk melakukan penundaan pelantikan.
“jadi begini yang pertama kita harus lihat dulu yang menjadi dasar peraturan bupati itukan perda nomor 4 tahun 2020 tentang pilkades sementara perda itu didasari dari Undang-undang 23 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan undang – undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, jadi setelah saya melihat tidak satu pasalpun yang menyebutkan bahwa ketika dia bermasalahpun sampai misalanya kepengadilan bahwa itu akan menunda pelantikan, bahasa itu dalam regulasi itu saya belum dapatkan, sebenarnya tidak ada dasar itu untuk menunda” ujar Albert
Albert menuturkan bahwasanya seharusnya Pemerintah daerah tetap melakukan pelantikan sesuai regulasi pada Undang – undang 23 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah, menurutnya kalaupun pada keputusan pengadilan atau PTUN yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat maka Pemerintah Daerah bisa membatalkan pelantikan dan menerbitkan SK (surat Keputusan) baru, bukan hanya mengandalkan surat gugatan ke PTUN kemudian menjadi dasar tidak dilantiknya seorang Kepala Desa yang telah terpilih.
“kalau di Undang – undang tentang Pemerintahan Daerah seharusnya Kepala Daerah lantik dulu, nanti kalau secara hukum dia ternyata tidak memenuhi syarat untuk dilantik, misalanya di pengadilan PTUN dia kalah baru itu Pemerintah Daerah bisa melakukan diskresi kemudian membatalkan pelantikan itu kemudian membuat SK baru, tetapi tidak bisa dijadikan dasar bahwa adanya gugatan PTUN kemudian tidak bisa melantik, itu tidak ada dalam aturan manapun sehingga sangat subjectif sekali kalau misalnya Kepala Daerah tidak melantik”
Ketika ditanya apakah bisa berpotensi ke Pidana Umum, Albert menyampaikan bahwa langkah yang diambil oleh Bupati Gorontalo dalam hal ini Pemerintah Daerah tetap berpontensi melawan hukum karena Kepala Daerah dinilia melanggar ketentuan Perundangan yang telah jelas diatur sesuai dengan pasal 76 undang – undang nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
“kita bisa gugat perbuatan melawan hukum artinya Kepala Daerah melakukan tindakan – tindakan yang berlawanan hukum dan itu di Undang – undang 23 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sesuai dengan pasal 76 ada sumpah dan janji kepala daerah itu, dia harus menjalankan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang – undangan, jadi dia tidak boleh melanggar sumpah janjinya itu. Jadi kalau misalanya dia melaksanakan pemerintahan kemudian tidak sesuai dengan aturan itu maka konsekwensi hukumnya ada, kita bisa gugat juga melalui perbuatan melawan hukum, artinya merugikan hak konstitusional orang lain”
Dirinyapun menyampaikan bahwasanya akibat dari pembatalan sepihak yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sangat berpotensi terjadi kerugian dari Kepala Desa yang batal dilantik itu padahal sudah di undang bahkan sudah ada salah satu yang sudah menggunakan pakai Pakaian Dinas Upacara tersebut dan sudah berada diruangan pelantikan tersebut
“tiga – tiganya dirugikan secara materil dan imateril dan yang paling mahal itu imateril, rasa malu pada orang banyak itu tidak bisa diukur dengan uang karena walaupun yang dua calon kades terpilih tidak sempat hadir di dalam (ruangan pelantikan.red) tapi mereka sudah siap – siap itu dan diketahui orang banyak itu sudah luarbiasa kerugian imaterilnya” pungkas Albert (K01)