Oleh : Dina Y. Sulaeman
- Pemerintah RI sudah mengeluarkan pernyataan resmi: mengecam keras aksi kekerasan, tapi juga mengecam tindakan penghinaan terhadap agama Islam. Kata Presiden Jokowi, “Kebebasan berekspresi yang mencederai kehormatan, kesucian, serta kesakralan nilai-nilai dan simbol agama sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan.”
Saya mendukung pernyataan ini.
- Muncul beberapa upaya membela Macron dengan menyebut pidatonya dipelintir. Tapi, poin penting dari pidato Macron yang memicu ketersinggungan sebagian umat Muslim adalah soal kartun menghina Nabi, yang dibuat tabloid Charlie Hebdo, tidak dibahas. Tonton video ini, biar jelas apa perkataan Macron sebenarnya yang memicu kemarahan, awalnya tersebar di Timur Tengah, lalu meluas kemana-mana. Lihat mulai menit 1:07; Macron memuji Paty (guru yang secara demonstratif menunjukkan karikatur Nabi di kelasnya) sebagai “pahlawan” dan Macron menyatakan “tidak akan menarik kartun itu.”
FYI, tidak semua Presiden Prancis sekoplak Macron (dan orang-orang Indonesia pembela Macron). Tahun 2006 itu, ketika pertama kali Charlie Hebdo bikin onar (dengan menerbitkan kartun penghinaan terhadap Nabi Muhammad), Presiden Prancis Jacques Chirac menyebut ini “provokasi terang-terangan” yang dapat mengobarkan kemarahan. “Apa pun yang dapat melukai keyakinan orang lain, khususnya keyakinan agama, harus dihindari”, kata Chirac.
- Presiden Macron bicara soal fundamentalisme Islam, terorisme, kekerasan (catet ya: INI PUN DILAWAN sebagian besar umat Muslim); tapi dia membiarkan orang-orang yang melakukan provokasi, atas nama “kebebasan”. Ibaratnya, udah tau ada segelintir orang yang ngamukan, eh malah dipancing-pancing supaya ngamuk. Jangan lupa, Prancis juga yang mensponsori “jihad” di Suriah (silakan baca buku saya Prahara Suriah).
- Ada yang bilang: ngapain tersinggung, toh yang digambar itu bukan Nabi Muhammad? Emang lo tau wajah Nabi?
Coba pelajari teori hermeneutik: sebuah karya itu selalu lahir dari konteks. Artinya, kita dalam menganalisis sebuah karya (teks, lukisan, lagu) seharusnya teliti pula konteksnya. Teliti petunjuk-petunjuk yang dibuat oleh si pembuat karya, sebenarnya apa yang dia sasar?
Dan begitulah cara kita membaca karikatur selama ini, kan? Contoh, tanpa disebut nama, kita bisa paham bahwa sebuah karikatur sedang membahas seorang pejabat. Dari mana kita paham? Ya dari konteks dan segala petunjuk/simbol yang ada di karikatur itu.
- Pada tahun 2006, cover tabloid Charlie Hebdo ada gambar orang Arab berserban hitam, dengan judul: “Mahomet débordé par les intégristes” (“Muhammad kewalahan oleh fundamentalis”), lalu ada balon berisi tulisan “C’est dur d’être aimé par des cons” (“sulitnya dicintai oleh sebagian kaum bodoh”). Waktu itu, organisasi Islam di Prancis melakukan tuntutan ke pengadilan, tapi kalah. (Inilah kasus yang dikritik Chirac, poin 2.)
Tahun 2011, cover Charlie Hebdo berjudul “Sharia Hebdo”, bergambar seorang Arab berserban dengan balon berisi kalimat “hukum cambuk 100 kali kalau tidak mati ketawa”.
Di dalam tabloid ini, ada kartun-kartun yang mengolok-olok perilaku yang mereka sebut “syariah” dan di cover belakang, ada gambar laki-laki yang buruk sekali, dengan hidung merah seperti badut, ditulis “Mahomet”, dengan kalimat “Islam itu cocok dengan humor”.
Siapa Mahomet yang dimaksud? Di dalam tabloid itu, di bagian editorial, disebutkan “Editorial, oleh Muhammad”.. di akhir kalimat disebutkan “Muhammad Rasul Allah”. Jadi, CH mengolok-olok, menyebutkan bahwa edisi “Sharia Hebdo” ini dieditori oleh Nabi Muhammad. [1]
Tahun 2012, CH kembali membuat karikatur yang amat keji tentang Nabi Muhammad, lalu 2015 terjadi penembakan atas kru CH. Lalu, September 2020, CH malah mempublikasi ulang karikaturnya itu, padahal sudah jelas telah terjadi kekerasan akibat karikatur itu dan banyak nyawa yang melayang.
Orang normal akan membaca karikatur karya CH ini dengan cara normal pula, yaitu melihat konteksnya: ini sedang bicara soal Nabi Muhammad dan umat Muslim; ini sedang memprovokasi, mengejek, menghina.
Terlalu mengada-ada mencari tafsiran lainnya. Kalaupun ada tafsiran, biasanya menggeser fokus, misalnya, “Ya kan emang bener, ada kelompok-kelompok teroris atas nama Islam?” [dan ga usah komen ngajarin saya soal ini karena saya sejak 2011 sudah menulis soal Suriah yang jadi target penghancuran oleh Al Qaida, dan kemudian ISIS].
Jadi, fokus pada isu awal: Charlie Hebdo menggambar seseorang yang sangat jelas bisa ditafsirkan sebagai sosok Nabi Muhammad, dengan CARA BURUK.
- Orang tersinggung BERBEDA dengan orang ngamuk dan main penggal ya. JANGAN KOPLAK dengan menuduh orang yang tersinggung ketika Nabinya dihina SAMA DENGAN teroris yang melakukan aksi kekerasan.
Tersinggung, marah, adalah sebuah hak pribadi. Jadi, ketika (sebagian) umat Muslim TERSINGGUNG karena Nabi Muhammad, yang sedemikian dicintainya, dibuatkan karikatur yang amat-sangat buruk, itu adalah HAK. Siapa Anda melarang-larang kami tersinggung? Adakah UU yang melarang manusia tersinggung?
Yang SALAH dan melanggar hukum adalah mengungkapkan ketersinggungan itu dengan pembunuhan/terorisme. Ini sangat jelas, JANGAN dipelintir dengan menyamaratakan bahwa semua umat Muslim yang tersinggung sama dengan teroris.
Lalu, apa cara bijak mengungkapkan protes atas kekurangajaran Charlie Hebdo? Ya banyak, misalnya demo damai, menulis di medsos, bikin acara diskusi, atau boikot. Boikot ga perlu diejek, itu kan hak pribadi. Duit-duit mereka, terserah mereka mau beli suatu produk atau tidak.
- Sekedar info tambahan: kalau betul di Prancis ada kebebasan sehingga tulisan/gambar apapun yang dibuat orang tidak boleh dihukum, lalu mengapa Zeon, kartunis Prancis, ditahan tahun 2015 karena membuat kartun soal Zionis (tapi dia dituduh membuat kartun “anti-Yahudi” padahal Zeon sendiri seorang Yahudi). Lalu pernah ada kasus komedian Prancis M’bala M’bala yang ditahan karena dituduh melakukan gestur anti-Yahudi [istilah di Barat: “antisemit”]. Mengapa Prancis melarang sikap antipati pada Yahudi, tapi melindungi orang yang menggambar –dengan cara amat buruk– Nabi yang sedemikian diagungkan umat Muslim?
Jadi, menurut saya, sikap pemerintah RI adalah yang terbaik: mengecam aksi-aksi kekerasan atas nama agama, tetapi juga mengecam penghinaan terhadap agama.
Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. (R01)
Sumber : Facebook Dina Y. Sulaeman
Latar belakang penulis : Analis isu-isu sosial dan geopolitik Timur Tengah. Meraih gelar doktor Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran (2016), Direktur Indonesia Center for Middle East Studies. Beberapa karyanya antara lain “Salju di Aleppo”, “Pelangi di Persia”, “Ahmadinejad on Palestine”, “Obama Revealed”, “Princess Nadeera”, “Journey to Iran”, “Prahara Suriah”, dan “A Note from Tehran” (antologi). Saat ini tinggal di Bandung.
[1] baca sebagian terjemahan kartun Charle Hebdo di sini: https://bogardiner.wordpress.com/2015/01/18/a-closer-look-at-sharia-hebdo-for-which-charlie-hebdo-offices-were-firebombed-in-2011/