Oleh : Ruhullah makkawaru
Setelah maqam zuhd maka berikutnya maqam Faqr. Maqam ini adalah kesadaran salik akan kebutuhan dan kebergantungan zati kepada Hak SWT. Dengan itu, salik memandang ketiadaan dirinya pada zat dan sifat-sifat, terlebih kepemilikan terhadap sesuatu, dan melihat bahwa hanya Hak SWT maha kaya dan pemilik mutlak segala sesuatu. Karena itu semua entitas-entitas, dari segi eksistensi dan sifat-sifat seluruhnya bergantung dan butuh kepadaNya.
Jadi, faqr adalah dimensi batin dan hubungannya adalah dengan Tuhan, sehingga antara faqr dan kepunyaan dari sisi materi, tidaklah saling bertentangan. Sebab itu, bagi seorang salik dalam kaitan dengan materi, tidak ada bedanya mempunyai sesuatu tapi tidak terikat padanya dengan tidak mempunyai sesuatu.
Akan tetapi tentunya kondisi memiliki sesuatu lebih berat. Sebab manusia secara alami jika mempunyai sesuatu maka akan menariknya pada keterikatan dan ketergantungan kepadanya. Namun, apabila ia seorang salik yang melihat bahwa segala sesuatu tidak ada yang tak butuh dan tak bergantung kepada Tuhan, dan dalam hal ini semuanya sama, serta satu-satunya zat yang kaya dan tidak bergantung hanyalah Allah SWT, maka faqr batin ini menjadikannya sama sekali tidak bergantung dan terikat kepada sesuatu selain Allah SWT. Sehingga dengan maqam ini tidak ada kontradiksi dengan kepemilikan sesuatu; seperti sebagian daripada nabi-nabi Ilahi.
Derajat-derajat Faqr
Khajah Abdullah Anshari membagi faqr dengan tiga tingkatan:
- Faqr orang-orang zahid; Faqr ini adalah melepaskan dunia, meliputi apa yang ada dalam ikhtiar zahid dan apa yang terdapat pada pencari dunia. Lisan zahid dari pujian dan celaan terdiam dan dirinya terjaga dari mencari dan membiarkannya.
- Faqr pertengahan;
Kembali kepada yang berlalu dengan menelaah karunia Ilahi; telaah yang membuat salik melepaskan melihat amal perbuatan dan menghilangkan pandangan kondisi-kondisi serta menyucikannya dari kotoran-kotoran melihat maqam-maqam. - Faqr Sufiyah; Salik menyadari dalam ikhtiar Hak SWT, ia memisahkan diri dari selain Tuhan dan menghancurkan seluruh tanda dan alamatnya, serta tidak melihat sesuatu pun selain Hak SWT.
(Merujuk Manazil, hal 307-310).