Oleh : Ruhullah Makkawaru
Zuhud secara bahasa adalah sesuatu yang sedikit, ketiadaan minat dan kesukaan, serta kerelaan kepada yang sedikit.
Berdasarkan pengertian bahasa ini, zuhud dalam sair suluk adalah pesalik menghilangkan kecenderungan hatinya secara keseluruhan kepada dunia dan tidak menyukainya.
Dalam membahas hakikat zuhud dalam islam, butuh ketelitian dan kecermatan, sebab jika salah memahami akan menyebabkan munculnya problem individu, sosial, dan kemunduran umat islam.
Zuhud pada dasarnya adalah suatu perkara qalbu dan batin, sebab zuhud tidak lain adalah ketakbergantungan qalbu terhadap jelmaan-jelmaan dunia; sebagaimana Allah SWT menjelaskan hakikat zuhud dalam bentuk dua ungkapan singkatNya:
لکی لا تاسوا علي ما فاتكم و لا تفرحوا بما اتاكم
Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput (hilang) dari kamu dan supaya kamu jangan gembira terhadap apa yang Tuhan berikan kepadamu. (QS.Alhadid:23)
Berikut ini tiga perkara yang jika dipahami akan mengantar kita lebih memahami makna zuhud:
- Kemalasan
Islam tentunya tidak menerima dan menyenangi kemalasan. Malah Islam sangat menghargai kerja dan hasil yang diperoleh dari keringat kerja keras. Dikisahkan bahwa Nabi mulia SAW pernah mencium tangan yang kasar karena selalu bekerja keras. - Ketergantungan
Islam dalam persoalan ketergantungan dan keterikatan kepada sesuatu selain Tuhan, tidak menerima dan bahkan menentangnya. Sebab hal ini akan menjadi sumber kesalahan.
Rasulullah SAW dalam masalah ini berkata:
حب الدنيا راس كل خطىءة
Kecintaan kepada dunia pangkal seluruh kesalahan.
(Ushul Kafi, jld 2, hal 131) - Ketakterikatan
Boleh jadi ada orang yang punya harta yang banyak, tapi qalbunya sama sekali tidak terikat dengan harta dunia itu. Seperti Nabi Sulaiman as dengan kemegahan istana kerajaannya, qalbunya tidak punya sedikitpun keterikatan dan kebergantungan kepadanya.
Oleh karena itu Kasyani mengartikan zuhud dengan:
الزهد… اسقاط الرغبة عن الشيء بالكلية
Zuhud adalah meninggalkan kesenangan secara keseluruhan terhadap sesuatu.
(Istilahaat, hal 179)
Oleh karena itu zuhud tidaklah bermakna tidak mempunyai kekayaan dunia, akan tetapi bermakna ketakterikatan dan ketakbergantungan hati kepada seluruh perkara-perkara dunia.
Sebab boleh jadi seseorang dengan seluruh kekayaan yang ada padanya, tapi tidak sedikitpun hatinya terikat kepadanya (Seperti Nabi Ayub, Yusuf, Dawud, Sulaiman, dan lainnya).
Sebaliknya bisa jadi seseorang hanya punya sedikit harta, tapi hatinya terpaut dan terikat dengannya.