KOORDINAT.CO, GORONTALO UTARA – Menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) pada 19 April 2025, berbagai praktik kecurangan demokrasi mulai bermunculan. Mulai dari pengumpulan KTP secara tidak sah, dugaan keterlibatan kepala desa yang menerima imbalan dari oknum tim sukses calon, hingga maraknya peredaran uang palsu yang disebarkan melalui serangan fajar di sejumlah daerah. Hal ini diungkapkan oleh aktivis Gorut, Lifain Buyunggadang, Jumat (18/04/2025).
Lifain, yang akrab disapa Ayi Waras, menyatakan bahwa modus kejahatan menjelang masa tenang jauh lebih beragam dan terstruktur dibandingkan masa pendaftaran hingga kampanye. Ia mengingatkan masyarakat untuk menjaga integritas demokrasi dengan memilih pemimpin yang benar-benar mampu bekerja, memperbaiki kesejahteraan, serta memiliki integritas tinggi.
Modus Uang Palsu dalam Money Politik
Ayi membeberkan bahwa salah satu praktik curang yang patut diwaspadai adalah penggunaan uang palsu dalam money politik. Menurutnya, para “begal politik” menghalalkan segala cara, termasuk melibatkan oknum masyarakat dan tim sukses untuk memengaruhi pemilih.
“Selain isu kampanye hitam, money politik dengan uang palsu juga harus diwaspadai. Praktik ini pernah terjadi di beberapa daerah, bahkan yang terbaru dan cukup besar terjadi di Sulawesi Selatan pada Pemilu Legislatif dan Pilkada 2024 lalu,” ujarnya. (Sumber: [Liputan Kasus Uang Palsu di Pilkada Sulsel](contoh-link-berita.com))
Beredar Kabar “Uang Gaib” di Gorut
Ayi mengungkapkan, kabar terbaru menyebutkan adanya rencana serangan fajar menggunakan uang palsu atau “uang gaib” yang dibuat dengan cara tidak wajar.
“Saat ini beredar kabar bahwa akan ada uang gaib, uang yang dibuat dengan kekuatan mistis seperti memotong sapi setiap Jumat, uang cetakan printer, hingga uang mainan. Uang ini rencananya akan disebar oleh oknum timses untuk memengaruhi pilihan warga,” jelas Ayi.
Ia mengimbau masyarakat yang ditawari uang tersebut untuk menolak, karena menerima, menyimpan, atau mengedarkan uang palsu dapat berujung pada sanksi hukum.
Demokrasi Rusak Jika Pemilih Terpengaruh Uang Palsu
Ayi menegaskan, memilih pemimpin hanya karena iming-iming uang palsu akan merusak demokrasi dan perekonomian.
“Belum memimpin saja sudah membohongi rakyat dengan uang palsu, apalagi jika sudah terpilih? Jangan sampai hanya karena menerima Rp100-200 ribu, masyarakat justru berurusan dengan polisi,” tegasnya.
Ia mengingatkan agar masyarakat Gorut tetap waspada dan tidak terjerat praktik money politik yang tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga masa depan daerah.
Berkaca dari beberapa Pilkada di daerah lain, penggunaan uang palsu dalam money politik kerap terjadi. Masyarakat diharapkan lebih cermat dan memilih berdasarkan integritas calon, bukan karena iming-iming sesaat.