Koordinat.co, Gorontalo.Praktik politik uang pada setiap saat pelaksanaan Pilkada masih subur terjadi, satu di antaranya disebabkan sebagian oknum-oknum Elit Politik masih memberi ruang dan masih membiasakan barter uang atau sembako dan sebagainya dengan berbarter kepentingan.
Dosen Program Studi Politik Islam IAIN Sultan Amai Gorontalo, Dr. Sahmin Madina saat diwawancarai menyampaikan bahwa inilah cara-cara yang kurang mendidik, tidak pantas dan tidak elok secara etika politik, sehingga ini menjadi melek pendidikan politik. Akibatnya rakyat terbiasa dengan berorientasi kepada materi, sehingga mau saja memilih calon tertentu ketika diberikan uang.
“Dilain hal, sebagian masyrakat masih sebagaian besar yang konsisten dan tidak terjebak pada rayuan praktek politik uang dan mereka adalah masyarakat
yang cenderung berpikir rasional dan jauh dari politik uang untuk memilih Calon Kepala Daerahnya,” ujar Doktor Sahmin Madina di Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Sahmin menegaskan kembali meski ada yang hanya memikirkan materi saja, tetapi sebagian lainnya juga masih melihat Profil Calon seutuhnya tanpa terjebak materialisme, yaitu masyarakat yang masih mempertimbangkan Visi dan Misi serta Program Calon Kepala Daerah.
Ia menambahkan bahwa segenap masyarakat yang masih terjebak materialisme ini perlu memikirkan lagi untuk tidak menerima politik uang. Mereka harus disadarkan, untuk menolak praktik kotor tersebut, dan melihat lagi para Calon yang akan dipilih dari Visi Misi dan Programnya.
“Dibanyak tempat orang berpikir cerdas, mereka melihat Profiling para Calon, tanpa terjebak materialisme, masih mempertimbangkan sangat besar kepada Visi Misi dan Program. Masyarakat lainnya memang harus kita sadarkan akan dampak buruknya politik uang,” kata Sahmin lagi.
Kesalahan tidak semuanya tertuang pada pemilih yang kurang melek, tetapi juga kepada para peserta pemilu yang akan dipilih.
“Terjadinya politik uang adalah menjadi tanggung jawab para Elit Politik yang ragu dengan kemampuannya sendiri dan hanya membongkar dan merusak demokrasi dengan ambisi kekuasaan atas kekuatan politik uang,” tutup Sahmin Madina dengan tegas. (***)