By: Nizam
Bagaimana mungkin aku melukismu dalam satu syair. jika huruf-huruf mati telah kau kubur dalam sketsa dukka, sedang aksara-aksara hidup tlah kau hempaskan ke dalam liang lara.
Bisa saja aku menjejali bait-bait aksara ke tepian hatimu. namun semua sudah tak mungkin lagi. sebab kata-kata sedang diarak ke pemakaman, dan aku sudah kehilangan banyak darah.
maka berdirilah aku mematung dalam pigura masa, tempat kau arsir begitu banyak wajah linglung di atas jalan berkelok menuju hutan pinus. sungguh pun ujungnya tak terjangkau pandang, namun kuterka ia berlabuh di tengah telaga imaji.
.