“Kalau terbukti itu benar (ilegal) maka semua hasil dari proses kegiatan tersebut adalah ilegal dan pemerintah serta aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pemilik batu hitam (Galena)dan semua yang terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut diproses sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,”
KOORDINAT. CO (Daerah) – Gorontalo,Masih terkait penangkapan dua armada kontainer yang ditemukan bermuatan batu hitam (Galena) oleh Kesyabandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Gorontalo yang siap dikirim keluar daerah dengan rute Gorontalo – Surabaya yang kini pemiliknya masih misterius
Menanggapi hal tersebut, kembali Aktivis Greenleaf Provinsi Gorontalo, Anto Margarito mengatakan, bahwa atas dasar rapat koordinasi KSOP Gorontalo dengan beberapa instansi terkait baru-baru ini terkuak bahwa kegiatan pertambangan di dua kecamatan yang ada di Kabupaten Bone Bolango tidak mengantongi ijin atau bersifat ilegal.
“Dalam rapat koordinasi yang dilaksanan di kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan kelas III Gorontalo pada jumat 10 september 2021 lalu terkuak, bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan didua lokasi di Kabupaten Bone Bolango diduga tidak mengantongi ijin alias Ilegal, yakni di Kecamatan Suwawa dan Kecamatan Bone Pantai,” katanya, Senin (14/09/2021).
“Kalau terbukti itu benar (ilegal) maka semua hasil dari proses kegiatan tersebut adalah ilegal dan pemerintah serta aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap semua yang terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut diproses sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,” sambung Anto.
Selanjutnya, ia mengungkapkan apabila kegiatan pertambangan yaang berada di Kabupaten Bone terbukti tidak mengantongi ijin( ilegal) ,maka itu jelas termasuk kegiatan yang melanggar hukum tentang pertambangan mineral dan batubara( Minerba) ,
“Kegiatan tersebut sudah termasuk perbuatan tindak pidana karena melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin. Jika terbukti pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam pasal 158 UU Pertambangan yang berbunyi:
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)” tukasnya.
Begitu pun sebaliknya, kata Anto, jika pemilik tambang bisa menunjukan legalitas yang kuat, maka pemerintah dan aparat penegak hukum wajib melindungi yang bersangkutan seperti yang ditegaskan dalam Pasal 162 UU mineral dan batu bara (Minerba).
“Begitu pula sebaliknya, jika pemiliknya bisa membuktikan bahwa batu hitam tersebut didapatkan dari hasil usaha pertambangan yang mengantongi ijin usaha pertambangan (IUP)dalam kawasan wilayah pertambangan yang resmi terdaftar (WIUP) maka pemerintah dan aparat penegak hukum wajib melindungi yang bersangkutan seperti yang ditegaskan dalam Pasal 162 UU Minerba,melarang setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi persyaratan,” jelas Anto Margarito.
Terakhir, ia meminta agar aparat penegak hukum (APH) segera mengungkap misteri siapa pemilik dua kontainer batu hitam tersebut. Dan secepatnya dapat menetapkan status hukum atas kasus tersebut agar supaya tidak menimbulkan multi tafsir.
“Pelanggaran terhadap aturan ini bisa dipidana dengan hukuman kurungan paling lama satu tahun, atau denda paling banyak Rp 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah).
Pemerintah secepatnya menetapkan status hukum atas kasus tersebut agar tidak menimbulkan multi tafsir atas sebuah peristiwa yang jelas sudah diatur oleh negara,” tandasnya.(R01)