KOORDINAT.CO, JAKARTA – Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan Jhonni Allen Marbun (JAM) tidak punya kedudukan hukum (legal standing), untuk menggugat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia (RI), atas keputusannya yang telah menolak mengesahkan Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal di Deli Serdang. Hal itu dikatakan Kuasa Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Hamdan Zoelva, usai sidang persiapan Pengadian Tata Usaha Negara (PTUN), Selasa (13/7/2021).
Menurutnya, sebagai pihak ketiga atau intervensi, Partai Demokrat berkeyakinan, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan bersikap objektif dan adil untuk menolak gugatan tersebut berdasarkan hukum.
“Moeldoko dan JAM dalam gugatannya masih mengaku sebagai Ketum (Ketua Umum) dan Sekjen (Sekretaris Jenderal) PD (Partai Demokrat), padahal Pemerintah sudah tegas tidak mengakui KLB Deli Serdang, jadi jelas tidak ada dasar hukum mereka untuk menggugat Menkumham,” ujarnya.
Ia menjelakan, surat jawaban Menkumham pada tanggal 31 Maret 2021 itu, sudah benar dan sudah sesuai dengan Peraturan Menkumham.
“Perspektif hukum dikaji dari sisi manapun, asal dilakukan dengan benar, akan membuktikan bahwa surat jawaban Menkumham sudah tepat secara hukum,” terangnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, gugatan terkait Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) bukan merupakan wewenang PTUN, secara waktu pun sudah terlewat jauh.
“Batas waktu gugatan sudah melewati 90 hari sejak di sahkan oleh Menkumham, 18 Mei 2020 lalu, sebagaimana diatur pada pasal 55 UU (Undang-Undang) PTUN. Dan ini jelas-jelas ranahnya ada di Mahkamah Partai, karena termasuk perselisihan internal partai, bukan wewenang PTUN,” tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusional periode 2013-2015 tersebut.
Sebagai akademisi maupun praktisi hukum, dirinya pun mengingatkan, bahwa gugatan yang diajukan KSP Moeldoko itu kabur, karena gugatannya yang tidak jelas antara dalil gugatan dengan substansinya.
“Dalil gugatan tentang keberatan surat jawaban Menkumham, namun substasi gugatannya mempersoalkan hasil kongres 2020 tentang AD/ART dan keterpilihan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sebagai Ketum (Ketua Umun) Demokrat. Gugatan ini kabur dan tidak jelas. Sudah sepatutnya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, agar menolak gugatan tersebut, demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum di negeri ini,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Gorontalo, Amir Habuke, menganggap bahwa gugatan pihak Moeldoko lemah pasca ditolaknya permohonan pengesahan kepengurusan mereka oleh Menkumham.
“Silahkan saja digugat, tapi ini dasarnya lemah dan sudah pasti tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Hukum bicara data, bukti dan kebenaran, bukan opini,” pungkas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo tersebut.
Sebelumnya, untuk diketahui, sidang PTUN ini digelar sebagai tahap persiapan PTUN mengadili gugatan KSP Moeldoko dan JAM terhadap Menkumhan atas surat jawaban Menkumham yang menolak permohonan pengesahan KLB yang diselenggarakan pada 5 Maret 2021 yang lalu.
Dalam surat jawabannya tertanggal 31 Maret 2021 tersebut, Menkumham telah menegaskan bahwa pihak Moeldoko Cs tidak dapat melengkapi admistrasi sesuai Peraturan Menteri (Permen) nomor 34 tahun 2017 tentang tata cara pendirian badan hukum partai politik.
Sidang ini semakin menarik perhatian publik, karena sebagai KSP, Moeldoko yang notabene pembantu Presiden, justru menggugat pembantu Presiden yang lain, dalam hal ini Menkumham yang sudah mengambil keputusan sesuai dengan kewenangannya. Ini menjadi semakin kontras, karena baru akhir pekan lalu, KSP Moeldoko mengimbau semua pihak agar jangan mau menang sendiri saja.
“Lepas perbedaan kita sementara pikirkan satu kepentingan besar yaitu kemanusiaan itu penting, dari pada kepentingan pribadi dan golongan,” kata Moeldoko pada wartawan, Sabtu (10/7/2021).
Sumber: Kepala Badan Komunikasi Strategis/Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra.