Oleh : Nizam Halla
- Medusa adalah sosok perempuan cantik, pintar, penyuka ilmu pengetahuan dan sastra.
Suatu saat, seusai membaca buku, ia memutuskan berenang di pantai dekat perpustakaan Athena. Melihat gelombang pantai semakin tinggi, menepilah Medusa ke pinggir pantai. Tragisnya, muncul seorang laki-laki bertubuh kekar tertarik pada siluet Medusa dan merenggut kehormatannya.
Medusa lalu mengadu pada hakim athena, menuntut tindakan pelecehan seksual yang dialaminya, dia ingin agar pelaku pemerkosaan, poseidon, di jatuhi hukuman. Namun naas bagi medusa, sang dewa laut itu dibebaskan oleh pengadilan athena dan berbalik menuduh medusalah yang bersalah. tubuhnya yg eksotis dianggap sebagai pengundang birahi Poseidon!. Tak ada sedikitpun celah bagi medusa untuk mengklaim kebenarannya di ruang publik.
Hukuman pun jatuh pada perempuan malang itu: ia dikutuk menjadi monster.
Wajahnya yang cantik berubah bengis. Di tiap helai rambutnya yang indah kini berubah menjadi ular.
Bola matanya berubah menjadi sumur-sumur api. Setiap lelaki yang menatap matanya seketika berubah menjadi arang. karenanya sidang Dewan kota memutuskan: tangkap dan bunuh Medusa karena dianggap menjadi ancaman serius keberlangsungan hidup kaum adam.
Dengan menggunakan perisai perunggu reflektif untuk melindungi matanya, Perseus sang pahlawan perang memenggal kepala Medusa secara licik.
Budaya patriarki selalu berdalih bahwa perempuan diperkosa karena pakaian yang mereka kenakan terlalu merangsang pria. Sejak lama tindakan Perkosaan adalah konspirasi politik patriarkis. Di dalam tindakan perkosaan, perempuan dijadikan sebagai objek dan menjadi milik mutlak sang predator.
Dalam tindakan perkosaan, kekuasaan patriarki dipraktekkan langsung secara material, Tubuh perempuan menjadi lokasi alamiah pelaksanaan kekuasaan laki-laki, itulah mengapa medusa tak berdaya menghadapi tindakan pelecehan seksual yang dialaminya dan Poseidon tak mungkin bersalah karena Budaya melindunginya.
Politik kekerasan semacam ini, sayangnya seolah mendapat “pembenaran” oleh tafsir .
Kultur misoginis. Hingga hari ini pelecehan terhadap perempuan
bahkan tetap berlangsung. Perkosaan dihadirkan sekaligus sebagai kejahatan plus sensasi seksualnya.
Poseidon dilindungi mitos kejantanan para dewa. Perseus dilindungi mitos kepahlawanan laki-laki. Bahkan Paris, perempuan penguasa Athena, harus memihak pada mitos itu.
Medusa tewas. Tetapi dari genangan darahnya, bau wangi merebak. Lalu perlahan-lahan, dari dalam genangan itu, sesosok mahluk kecil terbang menari-nari menuju langit. Dialah Pegasus, kuda kecil bersayap, yang kelak menjadi pemberi inspirasi para pujangga.
Medusa abadi dalam imaji para pujangga. Kepala berular itu bahkan kini menjadi merek mahal para pesohor dan penikmat gaya. Tetapi feminis mengingatnya dengan cara lain: pada leher yang ditebas, pada genangan darah yang wangi, ada cerita panjang tentang kekuasaan, tipu muslihat dan kepengecutan politik.
(Nizam Halla)